Oleh:Chandra Krisnawan
aku rasa matanya belum terpejam
ketika tubuhnya dibaringkan di sebuah
gubuk
di tengah hutan yang tak dikenal
“Aku hanya lelah, istirahat
sebentar!” bisiknya, padaku
selembar daun jati jatuh
membelah gelap malam
paginya beberapa anak menggoda
melempari kaki yang menyembul dari dalam
gubuk
dengan batu-batu kerikil
“Anak-anak yang jenaka!” katanya
tersenyum
ia masih terjaga sedari malam
memandangi tulang pinggul yang remuk
darah mengering yang belum sempat diusap
memar yang membiru
kulit yang terbuka
dan amarah yang tertanam
di dada tiap insan
sekarang
dan nanti
ya, matanya tidak terpejam, pun, sedikit
saja
meski tubuh lelah
dan kaki tak lagi beroleh gerak
tiap ruas kulitnya nanti akan dibongkar
oleh tanah dan pisau bedah
tapi matanya tidak terpejam,
sedikit
pun
“Kenapa masih terjaga?”
Matanya hanya diam menatapku
Lembut dan dingin
Daun-daun jati tua gugur lagi
Meledak begitu sentuh tanah
Jadi serpih-serpih kecil
“Kenapa masih terjaga?”
senyumnya tulus
berlabuh langsung di dadaku
Tubuh yang dibaringkan kesewang-wenangan
Selamanya akan selalu terjaga
Kisahku mungkin berakhir di hutan ini
Tapi pertanyaanku akan bergema
Di tiap kepala
Di tiap tanya
Di tiap pena penyair
“Karena kesewenang-wenangan tidak pernah
tidur
Aku pun akan tetap terjaga”
Surabaya, 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar