Oleh: Chandra Krisnawan
Telah cukup lama sepi telaga ini
Tangan raksasa yang lebat
Serupa rimba raya
Sembunyikan permukaan
Dari burung bangau
Yang serahkan hidup
Pada hangat air telaga
Raksasa itu ragu menjamah
Meski tepian telah dijarah
Sukma putri pertapa
Lindungi arus air
Dari kaki yang hendak keruhkan
Wahai, kekasih tercinta
Kapankah tiba masa
bebas aku dengan saktimu?
Kan kujaga air ini tetap bening
Atau kulongsorkan saja bukit di sana
Biar timbun telaga
Musnah raga serupa sang dewi
Maut lebih mudah ketimbang duka
Daun-daun kering jatuh
Padati muka kolam
Kemarau panjang susut air
Serasa pasti hanya ajal
Takdir di depan
Lalu tersiar kabar kemenangan
Raja perkasa punah di tangan kekasih
Rimba gelap seolah tersibak
Hujan ‘kan tiba dari kayangan
Hanyutkan daun kering dan kotoran
Telaga ini rindu basuh tubuhmu
Tak ‘lah engkau tahu itu, kekasih
Utusan datang junjung titah
Kenapa tidak engkau saja menjemput
Telah begitu dahaga raga ini
Legakan segera gelora dada
O, atau kan binasa dia
Hangat perjumpaan yang aku damba
Kau salin dengan titah
Sedingin mata panah
Siapa lebih kejam, kekasih
Surabaya, 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar