Oleh: Chandra Krisnawan
Seorang lelaki terbangun di atas ratusan hektar tanah
Yang ditelan mata uang gulden.
Yang ditelan mata uang gulden.
Zaman bergerak. Raja tanpa mahkota.
Rakyat tanpa tanah.
Di tengah majunya kota pelabuhan
kampung-kampung gelisah.
kampung-kampung gelisah.
Tanah partikelir yang memangku bertangan dingin.
Hanya mengenal keuntungan
karena memeras bukan dari bangsa sendiri.
Melangkah di atas jalan-jalan baru
lelaki itu tertegun di halaman rumah.
Djoebinnya marmer dari Roma yang dibeli
dari Daendels dan Raffles;
lelaki itu tertegun di halaman rumah.
Djoebinnya marmer dari Roma yang dibeli
dari Daendels dan Raffles;
Dari sinikah bermula?
Angin muson melipat daun di tanah.
Dataran kering di timur terpantul di langit.
Rumah dari batu yang dikelilingi pagar,
mengejeknya.
Dataran kering di timur terpantul di langit.
Rumah dari batu yang dikelilingi pagar,
mengejeknya.
Dia berkata
"Jangan bebani kami
Tanah nenek moyang tuan
di negeri seberang laut.
"Jangan bebani kami
Tanah nenek moyang tuan
di negeri seberang laut.
Meski sangkur dan meriam membungkam
suara ini bergema sepanjang sejarah"
Debu bergulung-gulung.
Debu yang selalu kembali
Di tiap pergantian zaman.
Surabaya, 12 maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar