terbangun dengan dua puluh biji bulan melingkar
pergelangan tangan
seorang lelaki di kaki gunung lumpur
mengetam nasib
ke dalam lembar-lembar memori kasasi
udara sarat. jantung bergetar. daun-daun
tergelincir, ragu.
dua puluh biji bulan dihitung dengan jari tangan
dendam tersirap–pada siapa: hukum atau oknum?
perkutut bernyanyi dari dalam sangkar
ketika lembar demi lembar memori disusun
suaranya ungkul dan ulem
seperti hendak memantrai kata demi kata
supaya tidak timpang suara
palu diketuk
jalan 'kan panjang dan bercadas. berliku tanpa
pandu. tambah lagi: klik tak dapat ditebak!
tapi dua puluh biji bulan dari balik jeruji baja
bertanya kepada zaman:
akankah kebenaran berkilauan meski rapat belukar
membenamkannya?
Surabaya, 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar