Rabu, 21 Maret 2018

PETANG DI PESISIR TIMUR

Oleh : Chandra Krisnawan
Kilasan warna merah di langit pudar
ketika aku pulang.
Angin darat menuruni selat.
Dua ratus tiang pancang jembatan,
menertawakanku.
Juga semarak lampunya.
Istriku, aku gagal mencari pinjaman.

Duduk di antara kerumunan berswafoto
isi kepalaku mampat. Darah merabung
Kantong tandus.
Bukan perut yang menuntut
Atau juga biaya sekolah.
Tapi hutang-hutang yang lalu.
Tak lupa tagihan kamar sewa.

Orang berkata aku kurang usaha.
Orang berkata aku harus investasi.
Aku bertanya, siapa yang mencuri?
Tanpa SK atau slip gaji
penyemai bunga tampak begitu memikat.
Atau, kurampas saja hape muda-mudi itu...

Istriku, aku tersesat.
Jalan pulang begitu panjang dan tajam.

Biarkan aku tertawa sejenak.
Dua ratus milyar pembangunan jembatan ini
melebihi kebutuhan kita
seumur hidup.
Tapi apa guna buat kita?

Sebentar lagi langkah jadi pendek.
Motor satu-satunya jadi penyambung esok
meski suratnya masih tertahan.

Langit sepenuhnya gelap.
Tak ada bintang pemandu di dadaku.

Kunyalakan motor karena kegelapan laut
Kian gencar merayu.
Surabaya, 02 april 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar