Rekreasi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ini memiliki arti (1) penyegaran kembali badan dan pikiran; (2) sesuatu yang menggembirakan hati seperti hiburan, piknik. Kata ini sendiri berasal dari bahasa latin 're-creare' yang secara harfiah berarti 'membuat ulang'. Saya tak hendak menjadi ahli linguistik, namun sepertinya kata 're-crrare' termasuk dalam kelas kata verba atau kata kerja. Akan tetapi dalam KBBI kata rekreasi termasuk dalam kelas kata nomina atau kata benda. Saya sendiri lebih suka memasukkan kata rekreasi dalam kelas kata verba. Bukan karena saya punya argumen sendiri, tapi karena saya hendak bercerita.
Minggu pagi. Hari libur itu saya tidak ada rencana ke mana-mana. Setelah menghabiskan masakan sang istri, terbersit keinginan mengajak anak perempuan saya berjalan-jalan sekedar menghabiskan waktu. Tapi ke mana? Berkeliling saja tentu membosankan dan waktu tidak banyak yang 'habis' dengan hanya berkeliling.
Sambil mengajak keponakan perempuan yang usianya dua tahun lebih tua dari anak perempuan saya, kami pun meluncur ke jalan. Pertanyaan yang sama muncul kembali ketika kami sudah keluar dari kampung: pergi ke mana? Pergi ke mall yang menyediakan wahana permainan anak tidak mungkin karena ini minggu tua. Pergi ke taman kota sepertinya sudah terlalu sering.
Tiba-tiba saja muncul ide ke mana mengajak mereka liburan kali ini! Segera kendaraan kuluncurkan pulang lagi. Begitu tiba di rumah kupanggil istriku untuk mengambilkan dua buah kresek kecil. Hutan kota Unesa yang diresmikan oleh Gubernur Soekarwo pada april 2013 lalu itu sepertinya bisa menjadi ladang permainan bagi kedua bocah perempuan itu.
Sejauh pengetahuan yang saya dapat hutan kota itu dibangun untuk beberapa tujuan utama. Tujuan itu antara lain (1) memanfaatkan lahan kampus untuk penghijauan sebagai wahana konservasi, edukasi, dan rekreasi; (2) meningkatkan kesadaran civitas akademuka Unesa untuk melakukan penghijauan dan pelestarian lingkungan; (3) meningkatkan kecintaan dan kepedulian masyarakat sekitar terhadap pengjijauan dan pelestarian lingkungan; (4) memberikan kontribusi kepada Kota Surabaya tetkait dengan area hijau kota sebagai pelestarian lingkungan; dan (5) mendorong terciptanya pengetahuan dan ksadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup menuju lingkungan yang sehat dan menghindari dampak lingkungan yang negatif. Sungguh, benar-benar tujuan yang mulia!
Begitulah kami meluncur, berbekal air minum dan makanan ringan kami, aku dan kedua bocah perempuan itu, akan menghabiskan waktu libur minggu kali ini.
Sampai di sana segera kubebaskan mereka. Meski hutan tidak begitu luas dan tidak banyak jenis bunga yang ada (bahkan terkesan tidak terawat karena rumput liar tumbuh di antara paving-paving jalan), yang paling penting adalah bagaimana bermain dengan wahana yang ada. Berbekal kantung kresek mereka saya ajak mengeksplorasi hutan kota Unesa sambil mengumpulkan bunga-bunga yang ada di sana.
Bagi saya rekreasi harus mengandung gerak 'aktif' di dalamnya. Dengan mengumpulkan aneka bunga, saya hendak melepaskan mereka dari rutinitas sekolah sehari-hari dan membiarkan imajinasi mereka berkembang lewat gerak mereka di antara alam.
Saya sendiri merasa saat ini banyak terjadi perubahan pada konsep rekreasi terhadap anak. Saya tak hendak menjadi ahli psikologi perkembangan anak, tapi melihat anak-anak diajak rekreasi ke wahana-wahana permainan yang ada di mall atau pun mengunjungi lokasi-lokasi wisata yang semarak dengan permainan anak, saya merasa ada yang kurang pas! Saya seolah melihat anak-anak itu berada di dalam mulut kapitalisme yang dingin. Mereka dimanjakan oleh permainan yang menggerakkan mereka dan didorong supaya berimajinasi. Sebaliknya, dengan mengajak kedua anak perempuan itu mengeksplorasi hutan kota Unesa, saya ingin mereka bergerak dan membangun imajinasi mereka sendiri.
Entah bagaimana saya mendapat gambaran tentang seorang anak yang berada dalam mulut kapitalisme. Mungkin karena belakangan ini berbagai tempat seperti mall atau pun lokasi wisata di luar kota gencar dipromosikan. Industri pariwisata telah berkembang sedemikian rupa hingga bisa dikatakan sangat memanjakan pengunjung. Modal yang telah terakumulasi dalam jumlah besar memang dapat menyulap sebuah tempat menjadi wahana rekreasi anak yang kaya akan permainan. Ruang kosong di antara stan-stan di mall disulap menjadi wahana permainan. Sasarannya adalah orang tua yang pergi berbelanja dengan anaknya. Mungkin konsepnya semacam: orang tua belanja, anak bermain. Dengan begitu dua sampai tiga pulau pun terkayuh. Pendeknya: sebanyak mungkin orang harus ikut menikmati wahana yang ditawarkan!
Begitu juga dengan lokasi-lokasi wisata di luar kota. Paket wisata tidak hanya untuk orang tua, tapi juga untuk anak-anak. Pengunjung harus dimanjakan sedemikian rupa. Dan karena sebagian besar pengunjung datang bersama anak-anak, maka anak-anak pun harus dimanjakan pula dengan berbagai wahana permainan. Dengan begitu orang tua tidak akan merasa berat merogoh kocek demi kegembiraan sang buah hatinya.
Tidak ada yang salah dengan itu. Toh setiap orang datang ke tempat yang diingini dengan berbagai pertimbangan yang sudah dilalui. Pilihan telah dijatuhkan. Hanya saja, bagi saya, dan sekali lagi bagi saya, kata 'rekreasi' yang mestinya bisa dikenakan pada kegiatan untuk bergerak menemukan imajinasi-imajinasi baru, menjadi sekedar hitungan matematis dalam angka statistik keuntungan yang dingin.
Hal ini juga berlaku pada konsep seperti wisata kuliner. Sekian ribu perut diperebutkan dalam industri makanan. Sekian ribu perut dijejali dengan informasi tentang berbagai jenis tempat yang menyediakan makanan khusus dengan nama-nama yang menggugah minat untuk mencicipinya. Sekian ribu perut dipaksa membeli makanan yang meski tak dibeli pun tidak akan membuatnya mati. Sekian ribu perut dijejali berbagai resep supaya mulutnya bisa berkomentar: "sudah pernah mencoba" ketika orang lain berkata tentang jenis makanan tertentu yang dijual.
Kembali pada petualangan di hutan kota. Begitulah. Saya mengawasi mereka dari belakang sambil sesekali mengarahkan ke mana mereka harus pergi. Bunga lavender, bougenvil, matahari, sampai putik rerumputan dan mahkota bunga dari putri malu masuk ke dalam kantung kresek masing-masing. Bahkan kami bertemu dengan penjala burung liar. Seekor burung derkuku dan dua ekor burung perkutut terperangkap dalam jala yang telah dipasang oleh penangkap burung. Ketika bertemu kami, dia telah mendapat lima ekor burung.
Lelah mengeksplorasi hutan kota yang terletak di seberang Fakultas Ilmu Pendidikan Unesa kami beristirahat di pendopo Fakultas Bahasa dan Seni. Di sana, karena melihat ada bunga-bunga lain, tak ayal mereka pun memasukkannya ke dalam kantung kresek masing-masing. Dan yang menjadi kejutan, siang itu mereka mendapat hadiah pertunjukan orkestra gratis dari mahasiswa yang tengah latihan.
Dua orang pemain selo dan orang pemain biola menggesek-gesek senar di siang yang gerimis itu. Meski baru tahap latihan, suara gesekan senar itu begitu rancak dan mendayu-dayu. Lumayan, paling tidak kedua bocah perempuan itu bisa melihat langsung pemain-pemain musik dengan alat yang mungkin pernah mereka lihat di televisi.
Tak terasa lewat pukul 2 siang. Waktunya makan siang dan tidur. Saya ajak mereka untuk pulang. Gerimis telah reda dan jalanan sedikit basah. Setelah tiba di rumah, saya meminta mereka supaya mencuci tangan dan kaki terlebih dahulu. Liburan minggu pagi pun usai.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar